TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang Susi Pudjiastuti diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan tak terlepas karena kemampuan manajerial mengembangkan perusahaan maskapai miliknya, Susi Air. Namun, terbayangkan seorang Susi karena persoalan yang dihadapi Kementerian Kelautan dan Perikanan terbilang banyak dan kompleks.
"Terus terang, hari ini kepala saya 'deadlock' (buntu atau sulit berpikir). Saya tidak bisa bicara lagi. Saya shock dengan suprise atas kondisi yang ada," ucap Susi saat rapat kerja dengan DPD RI di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (5/11/2014).
Susi menceritakan, sejumlah persoalan tersebut di antaranya berkaitan dengan kapal patroli milik TNI Angkatan Laut dan Polri yang bertugas mengamankan laut Indonesia dari penangkapan ikan secara ilegal, terutama kapal-kapal asing.
Menurutnya, TNI Angkatan Laut memiliki 70 unit kapal patroli. Namun, hanya 10 unit kapal yang dapat beroperasi. Yang cukup mengejutkan, hanya tiga unit kapal yang dioperasikan setiap harinya.
Pun demikian Polri. Karena hanya setengah dari 490 unit kapal patrolinya yang bisa beroperasi selama dua jam setiap harinya. Lebih buruknya, kapal-kapal tersebut hanya bisa berpatroli 10 hari dalam sebulan.
"Saya tanya lagi, kalau begitu, kenapa kita mau beli kapal kalau tidak ada yang dijalankan?" ujar Susi.
"Saya memohon kepada Parlemen (DPR RI), kalau keadaam seperti ini, seharusnya utilisasi yang ada, seharusnya bapak-bapak (anggota DPR) tidak menyetujui anggaran penambahan kapal. Itu tidak hemat uang namanya. Kecuali, semua equipment (peralatan) yang ada itu sudah dipakai semaksimal mungkin, baru kita tambah," tandasnya.
Menurut Susi, masalah kemaritiman Indonesia bertambah lantaran banyaknya dan tumpang tindihnya lembaga non-instansi yang merasa berwenang di laut Indonesia.
"Banyak sekali lembaga non-instansi yang ada. Di luar Polri, TNI AL, AD, ada Bakorkamla, Kamla, Kostgar, patroli. Saya juga tidak mengeriti kenapa begitu banyak organisasi," kata Susi.
"Kenapa setiap ada problem (masalah) buat organisasi baru? Apa yang kita punya aja tidak kita lakukan. Malah tambah kesatuan yang baru-baru," sindirnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi pernah menyampaikan keseriusan pemerintahannya untuk menyelesaikan permasalahan illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal) di laut Indonesia. Sebab, Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp 300 triliun setiap tahunnya akibat illegal fishing tersebut.
"Bapak dan ibu silakan cek sendiri di laut Ambon sebelah Utara. Kalau malam hari sudah kayak pesta, lampu-lampu bekerlipan dari kapal-kapal besar, mengeruk kekayaan alam kita. Ini sudah terjadi bertahun-tahun," beber Jokowi beberapa waktu lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar