Total Tayangan Halaman

Sabtu, 15 November 2014

Doktrin Jokowi di East Asia Summit Tentang Poros Maritim Dunia

Detik News: Kelima, sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim kami, tetapi juga sebagai bentuk tanggungjawab kami dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.

Cita-cita dan agenda di atas akan menjadi fokus Indonesia di abad ke-21. Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudera, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa.

Yang Mulia.

Sebagai Poros Maritim Dunia, Indonesia tentu berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Pasifik dan Samudera Hindia (the Pacific and Indian Ocean Region—PACINDO).

Kami ingin Samudera Hindia dan Samudera Pasifik tetap damai dan aman bagi perdagangan dunia, bukan dijadikan ajang perebutan sumberdaya alam, pertikaian wilayah, dan supremasi maritim.

Dalam kaitan ini, saya memandang bahwa potensi kemaritiman di forum EAS belum dimanfaatkan secara maksimal. Indonesia mengusulkan penguatan prioritas area kerjasama maritim di EAS.

Kami mendorong negara-negara mitra ASEAN di EAS untuk mendukung dan terlibat aktif dalam mewujudkan ASEAN Masterplan on Connectivity, khususnya konektivitas dan infrastruktur maritim.

Kami menyerukan kerjasama EAS secara konkret di bidang energi, ketahanan pangan, manufaktur, dan dalam menjaga kelestarian bahari.

Kami menyerukan kerjasama yang lebih erat dalam menjaga keamanan laut. Khusus mengenai Laut Tiongkok Selatan, Indonesia menyambut baik komitmen untuk mengimplementasikan DOC (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea). Saya juga mendukung penyelesaian COC (code of conduct in the South China) melalui konsultasi secepat mungkin.


Hikmahanto tentang Makna Doktrin Jokowi

Tribunnews.com, Jakarta - Dalam pertemuan KTT Asia Timur, Presiden Jokowi menyampaikan pidatonya yang diberi judul Doktrin Jokowi. Ada tiga makna penting dari Doktrin Jokowi. Demikian disampaikan Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional UKI kepada Tribunnews.com, Jumat (14/11/2014)
Pertama, mengumumkan kepada dunia melalui Forum Asia Timur hasrat Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia.
"Pengumuman seperti ini mengingatkan pada Deklarasi Perdana Menteri Djuanda pada tahun 1957. Saat itu Indonesia mengklaim diri sebagai negara kepulauan," kata Hikmahanto.
Kini  pemerintahan Jokowi ingin menjadikan Indonesia tidak saja negara kepulauan tetapi negara maritim.
"Yang kedua, upaya Indonesia mentransformasi diri menjadi negara maritim akan membuka banyak peluang ekonomi, tidak saja bagi masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Untuk itu Indonesia mengundang negara-negara untuk memanfaatkaan peluang bisnis yang terbuka dalam mengeksploitasi sumber daya alam maupun pembangunan infrastruktur, ujarnya seraya menambahkan bahwa peluang ekonomi ini diharapkan dapat menghilangkan sumber konflik antar negara.
Namun demikian, lanjut Hikmahanto, Presiden Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia akan tegas bila kedaulatan dilanggar dan kepentingan nasional dirugikan.
"Ketiga, Presiden menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk terlibat dan turut menentukan arah berkembangnya kawasan Pasifik dan Samudera Hindia. Partisipasi Indonesia diantaranya ditujukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan, katanya.
Doktrin Jokowi, menurut Hikmahanto, tidak akan memiliki makna bagi dunia dan masyarakat internasional, bahkan masyarakat Indonesia bila Pemerintahan Jokowi tidak dapat menterjemahkan dalam sejumlah kegiatan kongkrit.
"Di sini para menteri dan pejabat pemerintah baik di pusat maupun daerah dituntut untuk menjabarkan Doktrin Jokowi dalam berbagai program," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar