TRIBUNNEWS.COM.MELBOURNE-Meskipun berbagai pengamat
di dalam dan di luar negeri menilai bahwa Presiden Joko Widodo gagal
melewati tes pertama dalam proses penyusunan Kabinet Kerja, namun pakar
Indonesia asal Australia menampik penilaian itu.
Deputi Vice-Chancellor RMIT University Prof. Andrew MacIntyre misalnya menyatakan, proses negosiasi dan kompromi politik dalam penyusunan kabinet pemerintahan baru di Indonesia merupakan hal yang lumrah.
"Jalan pikiran di balik penilaian bahwa Jokowi telah gagal melewati tes pertamanya terkait penyusunan kabinet, sama sekali tidak realistis," tegas Prof. MacIntyre, dalam panel diskusi bertajuk The Jokowi Era yang digelar oleh Roy Morgan Research di Melbourne, Rabu (5/11/2014).
Prof MacIntyre menyatakan, di negara demokrasi mana pun, selalu ada negosiasi dan kompromi dalam penyusunan kabinet pemerintahan. "Apalagi di Indonesia dengan sistem presidensial dimana terdapat presiden dan parlemen, namun parlemennya multipartai. Pasti lebih kompleks," jelasnya.
Karena itu, Prof MacIntyre mengatakan ia optimistis pemerintahan Jokowi bisa diharapkan akan efektif menjalankan mandatnya di tengah sistem politik yang ada di Indonesia.
Alasannya, menurut dia, karena dibandingkan pendahulunya, Presiden Jokowi bisa lebih cepat dalam mengambil keputusan. Selain itu, sama seperti pendahulunya, Presiden Jokowi juga memiliki komitmen anti korupsi yang jelas.
"Ia juga sangat komit dalam isu kesejahteraan sosial, khususnya bidang kesehatan dan pendidikan," kata Prof. MacIntyre. "Saya melihat ia juga tidak anti investasi asing, meskipun dalam sektor pedagangan tampaknya ia lebih proteksionis."
Sebelumnya, Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society pada Melbourne University Prof. Tim Lindsey menyatakan, komposisi Kabinet Kerja menunjukkan kuatnya konsesi politik partai-partai pendukung Jokowi-JK yang terjadi di balik layar.
Sejumlah pos kementerian diisi oleh nama-nama yang tidak sesuai harapan publik, baik terkait dengan kapasitas tokoh tersebut maupun terkait dengan track rekornya.
Namun, Prof. MacIntyre menanggapi hal itu, dan menyatakan memang ada sejumlah menteri yang menjadi menteri semata-mata karena penunjukan politis.
Menurut laporan wartawan ABC Farid M Ibrahim, diskusi ini juga menyajikan hasil riset Roy Morgan yang dilakukan sepanjang bulan Oktober 2014 di 34 propinsi di Indonesia, melibatkan 2.600 responden. Hasil riset disajikan oleh Debnath Guharoy, direktur regional Asia pada Roy Morgan Research.
Menurut Guharoy, salah satu hasil riset ini menunjukkan, 65 persen responden menyakini bahwa pemerintahan Jokowi-JK sudah on-track dan berada pada tujuan yang tepat.(ABC)
Deputi Vice-Chancellor RMIT University Prof. Andrew MacIntyre misalnya menyatakan, proses negosiasi dan kompromi politik dalam penyusunan kabinet pemerintahan baru di Indonesia merupakan hal yang lumrah.
"Jalan pikiran di balik penilaian bahwa Jokowi telah gagal melewati tes pertamanya terkait penyusunan kabinet, sama sekali tidak realistis," tegas Prof. MacIntyre, dalam panel diskusi bertajuk The Jokowi Era yang digelar oleh Roy Morgan Research di Melbourne, Rabu (5/11/2014).
Prof MacIntyre menyatakan, di negara demokrasi mana pun, selalu ada negosiasi dan kompromi dalam penyusunan kabinet pemerintahan. "Apalagi di Indonesia dengan sistem presidensial dimana terdapat presiden dan parlemen, namun parlemennya multipartai. Pasti lebih kompleks," jelasnya.
Karena itu, Prof MacIntyre mengatakan ia optimistis pemerintahan Jokowi bisa diharapkan akan efektif menjalankan mandatnya di tengah sistem politik yang ada di Indonesia.
Alasannya, menurut dia, karena dibandingkan pendahulunya, Presiden Jokowi bisa lebih cepat dalam mengambil keputusan. Selain itu, sama seperti pendahulunya, Presiden Jokowi juga memiliki komitmen anti korupsi yang jelas.
"Ia juga sangat komit dalam isu kesejahteraan sosial, khususnya bidang kesehatan dan pendidikan," kata Prof. MacIntyre. "Saya melihat ia juga tidak anti investasi asing, meskipun dalam sektor pedagangan tampaknya ia lebih proteksionis."
Sebelumnya, Direktur Centre for Indonesian Law, Islam and Society pada Melbourne University Prof. Tim Lindsey menyatakan, komposisi Kabinet Kerja menunjukkan kuatnya konsesi politik partai-partai pendukung Jokowi-JK yang terjadi di balik layar.
Sejumlah pos kementerian diisi oleh nama-nama yang tidak sesuai harapan publik, baik terkait dengan kapasitas tokoh tersebut maupun terkait dengan track rekornya.
Namun, Prof. MacIntyre menanggapi hal itu, dan menyatakan memang ada sejumlah menteri yang menjadi menteri semata-mata karena penunjukan politis.
Menurut laporan wartawan ABC Farid M Ibrahim, diskusi ini juga menyajikan hasil riset Roy Morgan yang dilakukan sepanjang bulan Oktober 2014 di 34 propinsi di Indonesia, melibatkan 2.600 responden. Hasil riset disajikan oleh Debnath Guharoy, direktur regional Asia pada Roy Morgan Research.
Menurut Guharoy, salah satu hasil riset ini menunjukkan, 65 persen responden menyakini bahwa pemerintahan Jokowi-JK sudah on-track dan berada pada tujuan yang tepat.(ABC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar